Langsung ke konten utama

Postingan

Dunia Pengalihan: Manuskrip

Dunia sudah cukup sibuk dan ribut. Notifikasi bertalian datang; langganan kanal Youtube , kanal Telegram , grup-grup saling bersahutan, promo toko oranye dan hijau, dan pesan-pesan diskusi berkedok rindu. Mode senyap tak bisa membendung notifikasi itu, sebab ia makin nyaring dalam senyap. Karena itulah salah satunya, orang-orang memilih bersemedi dan mengucilkan diri dalam ruang kasatmata. Sebagian memilih untuk tenggelam dalam bacaan, sebagian lagi dalam perenungan, dan saya memilih manuskrip sebagai salah satu ma’bad , tempat ibadah intelektual saya. Setahun yang lalu, lebih kurang, saya masih asing dengan ilmu Tahqiq Makhtutat , filologi sebutan canggihnya. Jauh sebelum itu lagi, saya masih curiga dengan pekerjaan semacam itu. Apa soal orang-orang mau sibuk untuk membaca teks kuno yang – bahkan membuat mata kusam – kemudian disalin ulang, dipermak, hingga layak dibaca dengan mudah. Maksudnya, nikmatnya itu di mana? Lalu saya jatuh ke dalam ruang itu tanpa sengaja diajak oleh seorang...

Membaca dan Hidup Dengannya

Waled Ummul Ayman dalam satu kesempatan sedang melayani tamu di sela-sela aktifitas membaca. Barangkali membaca tidak pernah benar-benar mudah. Bagi sebagian kita, sering kali ia menampakkan wajah yang melelahkan, membosankan. Padahal membaca adalah aktifitas yang tidak pernah benar-benar bisa ditinggalkan, mulai keluar dari rahim hingga malaikat maut menyambangi. Sementara itu, berawal dari kenyataan saya sebagai seorang santri , dalam perjalanan intelektual, pada satu ketika menyadari bahwa membaca itu lebih dari aktifitas biasa. Lebih dari membaca dunia. Bahkan bukan lagi sebagai profesi sekalipun, kalau ada. Awalnya pertanyaan “untuk apa membaca?”, “kenapa harus sering membaca?” berhasil membuat saya menghabiskan waktu menemukan jawabannya. Lebih ke belakang lagi, pertanyaan itu muncul saat guru saya tidak pasai menyuruh untuk mengulang dan membaca sendiri di kamar. Jawabannya saya peroleh kemudian, bahwa agar mengubah kegiatan membaca menjadi bagian diri kita sendiri. Karena m...

Memahami Cinta Menjelmakan Makna (Bagian Empat)

·         Cinta Manusia kepada Allah Setelah cukup paham cinta Allah kepada manusia dengan dua jenisnya; rabbany dan kasby , tiba juga pada kesempatan memahami “membalas” cinta Allah. Tepatnya bagaimana manusia mencintai Allah. Dan adakah cinta ini layaknya cinta Allah kepada manusia dengan dua jenisnya? Untuk ini mari barengan kita mengeja kelanjutan hidangan Syaikh Said Ramadhan al-Buthi. Sebelum melaju lebih ke depan perlu rasanya untuk memastikan bahwa makna cinta di sini tetap sebagaimana yang telah diurai pada pendahuluan. Dalam arti memang cinta manusia kepada Allah adalah terpaut hati manusia dengan pencipta. Dengan ini dapat dimafhumi—sebagaimana pada pendahuluan—perbedaan terang antara cinta Allah kepada manusia dengan cinta manusia kepada Allah. Dengan perbedaan pada maknanya ini berbeda pula penjelmaan makna cinta Allah kepada manusia; melalui pemuliaanNya kepada manusia; dan kebersamaan Allah beserta manusia yang dicintaiNya. Sedangk...

Memahami Cinta Menjelmakan Makna (Bagian Tiga)

Manusia dengan keperkasaannya sebagai pewaris dan pelaksana tugas Allah yaitu memakmurkan bumi memiliki kesempatan dan keluangan untuk menyuburkan cinta Allah kepadanya. Yaa, sebagaimana Syekh Sa'id Ramadhan al-Buthti berujar bahwa manusia mendapatkan momen untuk menyemai cinta Allah kepadanya lewat tugasnya sebagai pelaksana tugas(Khalifah) Allah dan melaksanakan berbagai taklif hukum. Dengan dua proses itu dalam satu momen yang berharga manusia dapat memiliki cinta besar Allah kepadanya, dimana telah kita namakan cinta itu sebagai cinta Kasby. Bukanlah mustahil kita mengajukan soal "Bagaimana bisa kita menyadari bahwa kita sudah atau belum mendapatkan cinta Kasby itu hingga kita dapat menyadari bahwa Allah mencintai kita? Dan apa yang menjadi tanda kita telah dicintai oleh Allah? Kabar gembiranya Syekh Sa'id Ramadhan al-Buthti menawarkan jawaban yang memuaskan. Beliau menjawab, bahwa setiap muslim yang berislam dengan baik tentu mendapatkan porsi cinta Kasby...

Memahami Cinta Menjelmakan Makna (Bagian Dua)

Sebelumnya kita cukup memahami definisi dari cinta. Serta spektrum dari definisi itu hanya pada batas cinta sesama makhluk, tidak termasuk cinta Allah kepada hambaNya. Untuk yang terakhir itu, kita akan coba memahami apa itu cinta pada Allah. Bagaimanakah maksud dari pernyataanNya dalam al-Quran "Sungguh Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan" dan semacamnya. Sejauh mana pula jangkauan Cinta yang pada Allah. Karena demikian kita masih akan memahami lewat penuturan jelas Imam as-Syahid Ramadhan al-Buthti. Cinta Allah Kepada Manusia Beliau menerangkan, bahwa cinta yang ada pada Allah tidak ubahnya seperti makna pengalamatan sifat-sifat tasyabuh (yang samar-samar maknanya) kepada Dirinya sendiri. Seperti halnya Allah menisbahkan "tangan", "wajah", " istiwa '", dan lain lain. Dimana hal itu tidak ditakwil kepada makna lain, tidak juga diartikan dengan sesuatu yang dapat menyerupakan Allah dengan selainNya. Inilah jalan pemahaman yan...

Memahami Cinta Menjelmakan Makna (Bagian Satu)

Tahun lalu saya cukup bersyukur. Seorang teman yang sedang menyelami lautan ilmu di negeri Fir'aun menghibahkan satu buku, yang tidak saya sangka itu yang bakal diberikannya, bertema cinta. Setahun sudah saya mengejanya dengan tertatih, walau belum kunjung khatam, tapi saya tiba pada beberapa kesimpulan. Minimalnya, saya cukup paham soal cinta di atas kertas, walau dalam aksi nyata beberapa kali pernah terpuruk juga.  Demikian, karena keterbatasan kualitas dan daya untuk menerjemahkan, hendak hati saya mencoba menyimpulkan beberapa ikatan dari kitab tersebut yang sudah saya eja, untuk kemudian kita rajut menjadi satu bacaan yang renyah.

Menjadi Adil Sejak Dalam Pikiran

Segenap keutamaan manusia yang dianugerahkan oleh Allah tidak luput dari keharusan mengenal dan memahami keutamaan itu sendiri. Hal ini dapat membentuk manusia untuk tidak serampangan dan ugal-ugalan dalam memanfaatkan keutamaan itu. Satu dari lain keutamaan ialah anugerah akal. Akal dengan segala kelebihannya memiliki kedudukan yang agung bagi manusia sendiri. Bahkan, menurut pendapat yang mengatakan akal berada di mercu kepala, ia menempati posisi yang tinggi dalam struktur tubuh Manusia. Hal demikian mendukung keyakinan kita bagaimana Allah menghendaki akal itu harus dijaga dan dipelihara serta dimuliakan. Tak ayal, memelihara akal termasuk dalam salah satu dharuriyat khamsah (5 hal umum yang mutlak), yang menjadi hikmah dalam setiap penetapan hukum syariat. Sementara demikian, akal dengan sifat sterilnya sekaligus mempunyai supremasi atas tindak tanduk seorang manusia, menjadi sangat penting dirawat dengan memberi asupan yang cukup. Itulah ilmu pengetahuan. Dengan jati dir...

Memilah Dugaan: Antara Celaka Atau Bijaksana

Makin ke sini orang-orang makin mudah memanipulasi sesamanya berkat tekhnologi. Atau boleh juga dikatakan begitu mudah terpapar dengan duga-dugaan buruk nan lemah. Tidak lain sumbernya dari tong media sosial. Tempat di mana sampah-sampah bersarang. Dengan hanya memiliki sekelumit kabar dan informasi, sudah cukup menduga sekehendak hatinya. Sepantasnya berkelana di media sosial, melihat timeline Twitter, Instagram dan kawan-kawannya tidak berbeda kaedahnya dengan berinteraksi dalam dunia nyata. Bahkan, sekian dari etika-etika terpuji dalam kehidupan nyata tidak boleh tidak juga diwujudkan dalam berselancar di dunia nir-nyata. Pasalnya, meninggalkan etika-etika positif itu ujungnya akan menjatuhkan pengguna dalam kegelapan hati, prasangka murahan dan akibat buruk lainnya. Tak ayal, ada ulama secara khusus mengarang kitab yang membahas etika berinteraksi di dunia nir-nyata. Sebut saja salah satunya, buah pena Ali Muhammad Syauqi dengan tajuk " Alfisbuk. Adabuhu Wa Ahkamuhu ...