Dunia sudah cukup sibuk dan ribut. Notifikasi bertalian datang; langganan kanal Youtube , kanal Telegram , grup-grup saling bersahutan, promo toko oranye dan hijau, dan pesan-pesan diskusi berkedok rindu. Mode senyap tak bisa membendung notifikasi itu, sebab ia makin nyaring dalam senyap. Karena itulah salah satunya, orang-orang memilih bersemedi dan mengucilkan diri dalam ruang kasatmata. Sebagian memilih untuk tenggelam dalam bacaan, sebagian lagi dalam perenungan, dan saya memilih manuskrip sebagai salah satu ma’bad , tempat ibadah intelektual saya. Setahun yang lalu, lebih kurang, saya masih asing dengan ilmu Tahqiq Makhtutat , filologi sebutan canggihnya. Jauh sebelum itu lagi, saya masih curiga dengan pekerjaan semacam itu. Apa soal orang-orang mau sibuk untuk membaca teks kuno yang – bahkan membuat mata kusam – kemudian disalin ulang, dipermak, hingga layak dibaca dengan mudah. Maksudnya, nikmatnya itu di mana? Lalu saya jatuh ke dalam ruang itu tanpa sengaja diajak oleh seorang...
Manusia sering dibikin repot oleh dirinya sendiri. Kuat macam Captain America pun manusia adalah makhluk yang rapuh. Begitu lemah, hingga bagian dirinya sendiri berhasil meruntuhkan kedigdayaan, kejumawaan, dan kehebatan dirinya sendiri. Seperti biasa, raja di raja itu sarapan dengan asupan nutrisi yang bergizi, 4 sehat 5 sempurna. Lengkap. Jam 10 ia dijadwalkan untuk memberi petuah dan pengumuman penting bagi rakyat dan parlemen. Layaknya seorang raja, setiap kali hendak mengisi acara penting ia dicek dokter pribadinya. Apakah lambungnya masih normal, hingga tidak mengharuskan sang raja membelakangi mimbar. Apakah pita suaranya masih pas, hingga setelan sound system dan tetek bengek persuaraan dan pendengaran penyimak berjalan lancar. Jelas, dokter tidak mendeteksi gejala apapun. Raja dipersilahkan, bahkan untuk koar-koar, membentak anggota parlemen yang berlaku bejat. Terserah raja. Baru saja mengakhiri mukadimah pidatonya yang memakan waktu 15 menit, tiba-tiba wajah raja memerah. Ma...