Jauh
dari Yerusalem, sebuah dinding telah mengambil tempat penting dalam peradaban
manusia. Hingga juga, meski tidak semua, menjadi bukti timeline kehidupan sehari-hari.
Dinding itu lebih dari sekedar tempat pengakuan dan pembuangan ‘dosa-dosa’. Ia bahkan
seringnya menjelma beranda sosial media. Anda lihat sendiri beranda media
sosial, semuanya tertumpah di sana. Apa saja ada.
Sepuluh
tangan pantas diangkat sebagai tabik bagi penemu toilet berdinding tembok.
Pasalnya, bukan hanya di Jazirah Arab yang dulunya tak mengenal toilet
berdinding—hingga persoalan BAB diatur demikian rapat dalam fikih—, bahkan di satu
desa di India sekalipun pada suatu waktu tidak mengenal toilet. Orang-orang yang
mau BAB mesti mencari parit saat gelap malam, lengkap dengan lampion dan air.
Tragedi ini pernah diangkat dalam film komedi-drama berjudul Toilet, diperankan
Akshay Kumar dan Bhumi Pednekar. Terlihat betul betapa besar nikmat punya toilet,
apalagi yang berdinding tembok.
Dinding
tembok toilet itu, di beberapa lokasi, khususnya di Pesantren, lebih dari
sekedar dinding pembatas. Peringatan untuk menyiram kloset berkali-kali dibubuhkan, pengumuman libur, berbagi ID game atau akun medsos,
hingga komentar-komentar liar dan kocak, macam di media sosial, dapat ditemukan
berserakan di dinding itu.
Jika
ada pertandingan bola partai besar dalam 3 hari mendatang, dan dicoret oleh
penulis di dinding, dijamin pada hari keempat akan tersedia hasil skor, macam
di Google saja, lengkap dengan euphoria kemenangan. Mau ajak tanding bola, tapi
malu-malu, pasti dipancing lewat pesan di dinding itu. Sebagai ganti peringatan untuk diri sendiri agar jangan bersembunyi dalam toilet karena pasai mengikuti kajian atau menghindari sejumlah aktivitas juga sering ditemukan di dinding itu.
Ada suatu kepercayaan yang bercokol diam-diam di alam bawah sadar mereka, pesan-pesan itu akan sampai pada yang dimaksud, atau hanya demi mempertahankan ide yang sekonyong-konyong datang saat dalam toilet. Menulis sesuatu di dinding dapat memuaskan jiwa, macam Anda selesai berbagi stori dan postingan.
Bukan
hanya ratapan-ratapan kesedihan hidup di pesantren, ide-ide cemerlang juga
kerap ditinggaljejak di dinding itu. Seakan ide itu harus bercokol dulu di sana
untuk beberapa hari, untuk kemudian disambangi lagi dan disempurnakan.
Siapa
duga, wajah-wajah gembira yang lalu-lalang itu lebih menyimpan banyak misteri,
ide, kegundahan, hingga ratapan. Pengguna toilet itu dijamin tidak akan bosan
BAB di toilet yang sama, bahkan hingga 7 tahun sekalipun.
Tidak menjaga keindahan? Oh, iya, memang. Tetapi, bukankah coretan-coretan itu, minimalnya, bisa jadi pengubah ide-ide Anda, atau bahkan membantu mengatasi kebosanan BAB tiap hari? Syukuri dan nikmati sajalah.

Mantap jiwaa
BalasHapusMakin makinnnn niih
BalasHapusHahahaha. Toilet seperti pustaka tersembunyi.
BalasHapus